Tergerak oleh rasa kemanusiaan, ia mendirikan organisasi
medis gawat darurat dan terjun bersama para relawan ke medan konflik
untuk menolong para korban.
Pada tahun 1999, ketika konflik di Maluku berkecamuk, Jose Rizal
Jurnalis yang saat itu tergabung dalam Tim Medis Mahasiswa (TMM) UI,
berniat pergi ke lokasi konflik dan melakukan pertolongan.
“Saya melihat ada banyak yang mati dan luka di sana, tetapi kok
tidak ada dokter yang berangkat dan terlibat di sana?” kenangnya. Lalu
ia bersama rombongan dokter berangkat ke Tual, Maluku Tenggara pada
April 1999. Saat itu terjadi kerusuhan antar pemeluk agama di kawasan
tersebut.
“Kami bertugas dengan ekstra hati-hati dan memilih RSUD Tual sebagai
lokasi netral untuk menolong para korban,”tutur Jose yang mengaku di
situlah ia pertama kali melihat konflik.
“Saat itu saya melihat dokter di sana juga sudah terlibat secara
emosional. Sebenarnya kita harus tetap harus netral dan tidak boleh
membedakan orang yang kita tolong.”
Berdasarkan pengalaman menolong para korban di daerah konflik
tersebut, maka pada tanggal 14 Agustus 1999, dokter yang pernah
bercita-cita menjadi ahli nuklir ini bersama tujuh rekan dokter dan
beberapa mahasiswa FK UI, mendirikan MER-C.
Sebagai sebuah organisasi kemanusiaan yang mampu bergerak cepat di
daerah gawat darurat medis, hingga saat ini MER-C sudah memiliki cabang
di berbagai daerah, di antaranya Jakarta, Yogyakarta, Malang, Manado,
Surabaya, Surakarta, Semarang, Medan bahkan di Jerman. Organisasi ini
tidak hanya terjun ke kancah konflik untuk menolong para korban, namun
juga melakukan sejumlah kampanye kemanusiaan. April 2002, Jose melakukan
kampanye tentang Ambon-Maluku di sejumlah negara termasuk Inggris,
Jerman, Belgia dan Belanda.
“Saat itu saya sudah siap berbicara di depan parlemen Eropa, tetapi
tidak diijinkan oleh kedutaan RI di Belgia. Padahal duta kita di Uni
Eropa saat itu Nasrudin Sumintapura sudah mengijinkan. Akhirnya saya
bicara di parlemen federal Belgia,” kenangnya.
“Saya menjalankan politik kemanusiaan untuk menolong orang-orang yang
lemah dan terabaikan,”kata dokter yang juga pernah menangani kasus
pencemaran Teluk Buyat oleh Newmont. Tak terhitung berapa kali ia terjun
sebagai tim bedah di sejumlah lokasi berbahaya seperti di Ambon,
Tobelo, Saparua, Afghanistan, Irak, Sudan dan Thailand.
Melihat gencarnya aktivitas medis yang dijalankan organisasi ini, pertanyaan yang sering muncul adalah tentang dana.
“MER-C banyak mendapat sumbangan dana dari masyarakat. Pemerintah
juga sesekali membantu dana seperti ketika kami akan mendirikan mesjid
di Gaza. Selain itu, dukungan terbesar dari pemerintah adalah pemberian
ijin, pengurusan visa, dan penggunaan pesawat Hercules saat ke
Afganistan,”tutur Jose.
“Kami sedang merencanakan untuk mengirim relawan ke Urumqi pasca
kerusuhan etnis di sana awal Juli lalu,”terangnya. Dokter berstatus
sebagai PNS ini beruntung memiliki keluarga yang sangat mendukung
kegiatannya tersebut. Tetapi kadang ia juga perlu memberi pengertian
kepada anak-anaknya.
“Mereka sering mengritik kalau saya terlalu sering menjadi relawan.
Tetapi saya harus bisa meyakinkan anak-anak bahwa saya tidak akan
mengesampingkan mereka,”tutur pria kelahiran padang tersebut.
“Saya tidak pernah menyesal dengan keputusan saya menjadi relawan
medis di medan konflik,” katanya tenang. “Tetapi siapa bilang saya tidak
pernah takut saat berada di lokasi? Saat di Afganistan, kami pernah
merasakan sejak tengah malam hingga subuh kota terus dibombardir karena
kami berada di tengah pertempuran itu.”
Jose menyebut semua tugas yang pernah dilakukannya sebagai tugas
berat. Meskipun demikian, ia selalu terpanggil kembali ke lokasi-lokasi
yang sarat konflik.
Menurut Jose, sebenarnya ada banyak dokter yang ingin bergabung
dengan MER-C, tetapi biasanya terbentur pada masalah perijinan, baik
dari keluarga maupun tempat kerja mereka.
“Sebenarnya Anda tidak harus menjadi dokter untuk bisa bergabung
dengan MER-C. Jika Anda pun tidak punya keberanian untuk dikirim ke
medan konflik, kami masih memerlukan relawan untuk membantu di daerah
yang terdampak bencana alam. Selain itu waktunya fleksibel. Tetapi yang
harus diingat, komitmen dan ikhlas.”
Dokter berdarah Minang ini menyebutkan sederetan profesi yang bergabung dengan organisasi tersebut seperti notaris dan insinyur.
“Saat kami hendak membangun rumah sakit di Gaza, kami juga memerlukan
jasa insinyur untuk membuat disainnya. Apapun profesi Anda, insinyur,
dokter, notaris, setidaknya berkumpullah untuk mendengarkan pengalaman
rekan-rekan lain yang pernah terlibat di kegiatan MER-C.”
Sebagai organisasi yang berlandasakan nilai-nilai Islam, MER- C tidak membatasi keanggotaannya.
“Pada saat aksi di lapangan, ada banyak rekan non-muslim yang
bergabung,” tegas Jose yang seakan menegaskan bahwa sebagai organisasi
kemanusiaan, MER-C bukanlah sebuah organisasi yang eksklusif.
“MER-C adalah wadah bagi siapa saja yang ingin melampiaskan dahaga
hatinya untuk hal-hal yang bersifat kemanusiaan dan
keikhlasan,”tuturnya.
“Tidak ada imbalan materi yang bisa Anda dapatkan jika Anda bergabung
dengan organisasi ini. Tetapi jika Anda adalah orang yang haus untuk
menolong sesama tanpa pamrih, MER-C bisa menjadi wadah yang tepat,”tutur
dokter ini bersemangat.
*)(dr. Jose Rizal Jurnalis Sp. OT, 46
tahun, dokter spesialis bedah tulang dan traumotologi, pendiri dan
relawan MER-C (Medical Emergency Rescue Committee).
*)Pernah dimuat di majalah BEST LIFE Agustus 2009. Diedit untuk keperluan blog Agustus 2011)
http://merekabicara.wordpress.com
About these ads
No comments:
Post a Comment