Pages

Kemanusiaan Hukum dan Politik

Sepertinya menarik, agak nyerempet filsafat dikit.

Sepertinya mana yang lebih dulu hukum atau politik adalah kembali keasal kata itu sendiri, mana yang tetap mana yang mengalami perluasan.

Hukum sudah ada sebelum manusia lahir pertama kali kedunia, kalo ana di forum atheis mereka akan tertawa jika kita bilang sunatullah. hukum Allah. sama halnya ketika kita mengatakan:

Bumi diciptakan....(relijius) Allah
Bumi tercipta....(atheis) kebetulan

Kalo menurut ana hukum pertama kali dibuat oleh manusia tujuannya untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat hidupnya agar aman dan terkendali, jadi wajar jika hukum "made in Human" itu bisa berbeda-beda, lain halnya dengan Hukum Allah (universal dan paripurna).
maka dalam islam akan dibedaan Hukum kauniyah (sunatullah) yang tdk tertulis dan Hukum Alqur'an/Qudsi atau hadits (tertulis).

Jadi dalam hukum sudah pasti ada unsur kemanusiaan dan politik.

lalu apa itu kemanusiaan? sedang perasaan tdk selalu baik dan logika tdk selalu benar.

kalo politik mah istilah laen strategi, soal kotor tidaknya tergantung siapa yg mau menjalankan hukum, hukum Allah atau hukum manusia (hawa nafsu)?
politik kan cuma alat/sarana untuk mendisplinkan manusia atau untuk menguasai dan mengkebiri hak-hak manusia seperti firaun?

kalo dua kejadian diatas @kang maman dan @AM, ana melihat cuma soal moralitas, soale siapa yang benar atau salah keduanya terlihat menjadi tidak penting karena ada yang mau memaafkan dan bijaksana. (mobil yg ditabrak motor dan tukang baso yg diserempet mobil)

17:7. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri...

jadi ada istilah ngalah/memaafkan bukan berarti kalah, tapi Allah menambah kebijaksanaan padanya dan pahala dunia dan diakherat asal ikhlas lillahita ala. Insya Allah.
Kang Maman (27 Desember 2006, 11:40:37):

--- Kutip dari: abunawas pada 22 Desember 2006, 18:11:47 ---Sepertinya menarik, agak nyerempet filsafat dikit.

Sepertinya mana yang lebih dulu hukum atau politik adalah kembali keasal kata itu sendiri, mana yang tetap mana yang mengalami perluasan.

Hukum sudah ada sebelum manusia lahir pertama kali kedunia, kalo ana di forum atheis mereka akan tertawa jika kita bilang sunatullah. hukum Allah. sama halnya ketika kita mengatakan:

Bumi diciptakan....(relijius) Allah
Bumi tercipta....(atheis) kebetulan


--- Akhir Kutipan ---

Sesuai dengan kata yang di"bold" di atas saya masih kurang paham, mohon dijelaskan lagi.  Apakah yang dimaksud hukum yang tetap itu?  Ketentuan / Hukum Allah kah maksudnya?
Kalau demikian maksudnya,  apakah sekarang kita sedang "dihukum" oleh Allah ?  Lebih lanjut lagi pertanyaannya adalah apakah salahnya manusia itu ?  Apakah benar bahwa Allah telah menghukum kita? Mohon sharingnya.



--- Kutip ---Kalo menurut ana hukum pertama kali dibuat oleh manusia tujuannya untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat hidupnya agar aman dan terkendali, jadi wajar jika hukum "made in Human" itu bisa berbeda-beda, lain halnya dengan Hukum Allah (universal dan paripurna).
maka dalam islam akan dibedaan Hukum kauniyah (sunatullah) yang tdk tertulis dan Hukum Alqur'an/Qudsi atau hadits (tertulis).

Jadi dalam hukum sudah pasti ada unsur kemanusiaan dan politik.


--- Akhir Kutipan ---

Hukum yang buatan manusiakah yang pasti ada unsur kemanusiaan dan politik itu?  Ataukah justru ketika hukum dijalankan justru tidak memerlukan lagi politik dan kemanusiaan?


--- Kutip ---lalu apa itu kemanusiaan? sedang perasaan tdk selalu baik dan logika tdk selalu benar.
kalo politik mah istilah laen strategi, soal kotor tidaknya tergantung siapa yg mau menjalankan hukum, hukum Allah atau hukum manusia (hawa nafsu)?
politik kan cuma alat/sarana untuk mendisplinkan manusia atau untuk menguasai dan mengkebiri hak-hak manusia seperti firaun?

--- Akhir Kutipan ---

Dengan politik maka hukum (dalam arti luas) buatan manusia bisa dirubah sesuai dengan sistem politik yang dipakai, misalnya apakah dengan suara terbanyak(simple majority), ataukah dengan sistem politik tangan besi(otoriter).

Mohon "sharing"nya.

Terima kasih.
abunawas (30 Desember 2006, 13:43:38):

--- Kutip dari: Kang Maman pada 27 Desember 2006, 11:40:37 ---
--- Kutip dari: abunawas pada 22 Desember 2006, 18:11:47 ---Sepertinya menarik, agak nyerempet filsafat dikit.

Sepertinya mana yang lebih dulu hukum atau politik adalah kembali keasal kata itu sendiri, mana yang tetap mana yang mengalami perluasan.

Hukum sudah ada sebelum manusia lahir pertama kali kedunia, kalo ana di forum atheis mereka akan tertawa jika kita bilang sunatullah. hukum Allah. sama halnya ketika kita mengatakan:

Bumi diciptakan....(relijius) Allah
Bumi tercipta....(atheis) kebetulan


--- Akhir Kutipan ---

Sesuai dengan kata yang di"bold" di atas saya masih kurang paham, mohon dijelaskan lagi.  Apakah yang dimaksud hukum yang tetap itu?  Ketentuan / Hukum Allah kah maksudnya?
Kalau demikian maksudnya,  apakah sekarang kita sedang "dihukum" oleh Allah ?  Lebih lanjut lagi pertanyaannya adalah apakah salahnya manusia itu ?  Apakah benar bahwa Allah telah menghukum kita? Mohon sharingnya.



--- Kutip ---Kalo menurut ana hukum pertama kali dibuat oleh manusia tujuannya untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat hidupnya agar aman dan terkendali, jadi wajar jika hukum "made in Human" itu bisa berbeda-beda, lain halnya dengan Hukum Allah (universal dan paripurna).
maka dalam islam akan dibedaan Hukum kauniyah (sunatullah) yang tdk tertulis dan Hukum Alqur'an/Qudsi atau hadits (tertulis).

Jadi dalam hukum sudah pasti ada unsur kemanusiaan dan politik.


--- Akhir Kutipan ---

Hukum yang buatan manusiakah yang pasti ada unsur kemanusiaan dan politik itu?  Ataukah justru ketika hukum dijalankan justru tidak memerlukan lagi politik dan kemanusiaan?


--- Kutip ---lalu apa itu kemanusiaan? sedang perasaan tdk selalu baik dan logika tdk selalu benar.
kalo politik mah istilah laen strategi, soal kotor tidaknya tergantung siapa yg mau menjalankan hukum, hukum Allah atau hukum manusia (hawa nafsu)?
politik kan cuma alat/sarana untuk mendisplinkan manusia atau untuk menguasai dan mengkebiri hak-hak manusia seperti firaun?

--- Akhir Kutipan ---

Dengan politik maka hukum (dalam arti luas) buatan manusia bisa dirubah sesuai dengan sistem politik yang dipakai, misalnya apakah dengan suara terbanyak(simple majority), ataukah dengan sistem politik tangan besi(otoriter).

Mohon "sharing"nya.

Terima kasih.

--- Akhir Kutipan ---

saudaraku kang maman, saya fikir kita harus mengacu dahulu pada setiap definisi dari kata hukum (law) dan politik itu sendiri.

mana yng lebih dahulu hukum atau politik, tentunya akan mengarah kepada awal penciptaan manusia pertama kali.
Hukum yg sudah berlalu sejak sebelum manusia turun ke bumi istilahnya Hukum Allah (kauniyah), sudah pasti politik belum ada.
setelah manusia membentuk komunitas (kelompok) barulah rule/aturan atau produk hukum sederhana dibuat manusia, awalnya "hukum yang tidak tertulis"
tujuan hukum dibuat untuk dinamisator dan stabilisator biarpun pada lingkungan yg terkecil.

jika "produk hukum manusia" dirasakan hanya memihak suatu kelompok dan golongan atau penguasa, artinya hukum yang tidak adil, tercemar unsur "politik" yang merupakan istilah lain dari siasat atau strategi.

saya jelaskan dalam istilah2 ke-indonesia-an agar mudah diserap.
disini pentingnya kita sedikit memahami mengenai etimologi kata dan terminologi bahasa, selain definisi itu sendiri.

lalu yg tetap adalah istilah "hukum" itu sendiri, sedang yang mengalami perluasan adalah istilah politik, yg kata paling sederhananya adalah siasat atau strategi.
analoginya jika musyawarah sama dengan demokrasi, demokrasi mengalami perluasan makna yang memiliki istilah lain (kontent) seperti partai, pemilu, voting dan parlemen.

"Jadi dalam hukum sudah pasti ada unsur kemanusiaan dan politik."

sudah pasti jika produk hukum yang membuatnya manusia pasti ada unsur kemanusiaan baik berupa hawa nafsu, akal, hati nurani...

pertanyaanya apakah hukum Allah memenuhi unsur kemanusiaan?

kelak memang masalah hukum akan berujung pada LAW AND ORDER

atau rule and enforcement, dimana kaidah2 hukum itu berlaku.

contoh, kaidah:
"hukum sebaik apapun tidak akan berguna tanpa adanya eksekusi dari hukum itu"

dinegara ini anggep saja uud, kuhp dan produk2 hukum lainnya sudah cukup bagus, tapi pelaksanaan dilapangan sendiri bagaimana? ordernya?

nah, nanti soale pelaksanaannya menggunakan asas "kekeluargaan" atau tegas itu soal "order"
bahkan dalam memerangi kelompok provokator, penghianat dan pemberontak dibutuhkan "tangan besi/militer"
jadi nanti lihat niat dan tujuannya penggunaan "tangan besi" tsb, atas nama hukum yg adil atau kepentingan "pribadi".

makanya "negara" bisa dikatakan benar2 negara jika memiliki kedaulatan yang sesungguhnya,

- Law and Order yang baik
- memiliki hankam yang kuat, solid dan tangguh,

contoh "singapura" biar kecil cabe rawit.

saya suka sun tzu berkata "menguasai/berkuasa atas lawan tanpa berperang (pertumpahan darah) dengan lawan"
jadi konsep "bargaining power" secara politik, ekonomi dan militer negara2 lain sudah kecut.

Jika perkataan sun tzu ini terbukti dengan cina, ada baiknya kita tiru cara cina dalam hal hal tsb.

demikianlah penjelasan saya, semoga dimengerti.
itulah yang saya fahami dan bisa saya jelaskan, silahkan para pakar hukum dan politik memberi komentar, atas pertanyaan kang maman dan tulisan saya yg sangat sederhana dan masih perlu koreksi. terima kasih.
abunawas (30 Desember 2006, 22:03:21):
orang yang belajar ilmu hukum pasti akan memahami bahwa kaidah2 hukum harus menjadi landasan pokok:

misalnya:
- membuat rasa takut (fear) untuk melanggar hukum
- membuat efek jera terhadap pelaku
- proses hukum yang adil dan tidak birokratis

order inilah yang sering jadi masalah, karena "manusia" yang menjalankan.
maka tak aneh dibeberapa kepercayaan agama samawi atau agama ardhi ardhi ada "keyakinan" jika manusia tak mau bukan "tdk mampu" berbuat/bertindak adil terhadap proses2 hukum kepada mahluk, maka Sang Khalik / Allah swt sendiri yang akan mendatangkan "bencana" kepada manusia karena melanggar "hukum Allah" dimuka bumi.

"manusialah yg mendholimi dirinya sendiri, mereka punya akal tdk digunakan untuk berfikir, punya hati tdk digunakan untuk "merasa", punya mata, telinga tdk digunakan untuk melihat dan mendengar." begitulah Allah yang berfirman Dalam Alquran yang suci dan mulia.  :toe:

mari kita bercermin terhadap bangsa ini, semoga mencerahkan.
ARS (16 Januari 2007, 06:24:02):

--- Kutip dari: Abdul_Maliksyah pada 18 Desember 2006, 09:40:26 ---Terima kasih Mas ARS (salah seorang myqer senior yg background Hukum)  :)

Bagaimana menarik hubungan antara Kemanusiaan (yg milik manusia), Hukum (milik kelompok manusia), dan Politik (prosesnya dilakukan oleh manusia/ politik)

Bagaimana menempatkan persoalan kemanusiaan dalam konteks Hukum dan Politik ?
(ini jadi seperti kuliah Hukum dan Politik semester awal)

Apakah kemanusia memang merupakan dasar yg diakui, mendasar dan lebih tinggi dari Hukum dan Politik ?
Atas dasar argumen kemanusiaan (kebenaran universal, misalnya adil/ samarata dimata hukum, jangan merugikan orang lain, dsb), apakah hukum yg merupakan produk politik boleh  di"langgar" ?   ;)

Salam.



--- Akhir Kutipan ---

Saya ga pernah dapat kuliah Hukum & Politik, tapi untuk menjawab pertanyaan di atas, ada dua paragraf yang saya ingat dari buku "Ilmu Negara"-nya Prof. Soehino. Selengkapnya sebagai berikut:

--- Kutip ---...Bagaimanakah hukum itu dapat berlaku terhadap negara, sedangkan hukum itu sendiri terlepas dari negara? Dalam hal ini Krabbe mendasarkan teorinya, bahwa tiap-tiap individu itu mempunyai rasa hukum dan bila rasa hukum itu telah berkembang menjadi kesadaran hukum. Rasa hukum itu terdapat pada diri tiap-tiap individu di samping rasa-rasa lainnya, misalnya rasa susila, rasa keindahan, rasa keagungan dan sebagainya. Jadi kesadaran hukum itu adalah salah satu fungsi daripada jiwa manusia, yang mengadakan reaksi terhadap perbuatan-perbuatan manusia dalam perhubungannya dengan manusia-manusia lain dalam kehidupannya bermasyarakat.

Dengan demikian menurut Krabbe hukum itu adalah merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian dari perasaan manusia. Terhadap banyak hal manusia itu mengeluarkan perasaannya, sehingga orang dapat membedakan adanya bermacam-macam norma, dan norma-norma itu sebetulnya terlepas dari kehendak kita, oleh karena itu kita lalu mau tidak mau tentu mengeluarkan reaksi, untuk menetapkan mana yang baik, mana yang adil dan sebagainya.
--- Akhir Kutipan ---

Dengan kata lain, hubungan antara rasa/kemanusiaan, hukum dan kemudian politik bisa dijabarkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki rasa hukum dan ketika mereka telah menjalin hubungan yang sedemikian kompleksnya dengan manusia lainnya mereka memerlukan suatu aturan yang dapat menjamin keamanan dan ketertiban rasa-rasa yang ada pada diri manusia itu sendiri, termasuk kemanusiaan. Pada titik inilah muncul sebuah proses kesadaran hukum yg lambat laun akan memunculkan suatu produk hukum yang konkrit demi mencapai tujuan itu (menjamin rasa/kemanusiaan). Hingga akhirnya, ketika mereka bersepakat untuk bergabung dalam suatu wilayah dan membentuk pemerintahan yang dimandatkan untuk mengatur seluruh perikehidupan mereka, maka pada titik ini bisa dibilang telah terjalin suatu proses komunikasi politik, sebab untuk mencapai kata sepakat untuk menentukan bagaimana bentuk negara, pemerintahan, dsb.. itu perlu suatu proses politik. Bahkan, bisa dikatakan juga, sebenarnya ketika manusia mencari kata sepakat untuk membuat produk hukum secara konkrit, disana telah timbul benih-benih proses politik.

Selanjutnya, mengenai penempatan Kemanusiaan dalam konteks Hukum dan Politik, kalau merujuk pada teori The Living Law, jelas kedudukannya akan berada di atas 2 kata yang terakhir disebutkan. Sebab, manusia adalah lingkungan kehidupan dari hukum dan politik itu sendiri. Atau bisa dibilang, hukum dan politik itu hanya ada pada dan selama manusia itu ada. Tanpa adanya manusia, maka mustahil ada hukum & politik.

Perombakan pada aturan hukum yang telah ditetapkan sebelumnya, sepenuhnya bergantung pada manusia itu sendiri. Contohnya dapat kita lihat pada proses penyelenggaraan negara dewasa ini. Bisa dikatakan, hampir seluruh negara di dunia ini menyelipkan keniscayaan amandemen (perubahan) pada konstitusi mereka. Konstitusi sebagai hukum dasar negara yang seharusnya menjadi acuan utama dalam tiap praktik penyelenggaraan negara mengapa secara tegas diberi kemungkinan untuk diubah? Bahkan, amanat perubahan itu telah ditetapkan ketika konstitusi itu pertama kali dibuat. Menakjubkan bukan?

Artinya, para perumus hukum dasar memang menyadari betul akan dinamika kehidupan manusia yang senantiasa berkembang dan berubah dari masa ke masa, sehingga agar hukum itu senantiasa relevan dengan kehidupan manusia, maka hukum itu harus dibuat sefleksibel mungkin meskipun tidak terlalu longgar. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka percayalah kalau hukum yang pada satu masa dapat berlaku secara efektif untuk menjamin keamanan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan manusia, akan menjadi sampah pada masa berikutnya atau bahkan menjadi gerbang tirani yang dapat menghancurkan manusia itu sendiri.

Sehingga, penetapan atau perubahan terhadap hukum, sepenuhnya tergantung pada manusianya sebagai akibat dan tuntutan dinamisasi kondisi sosial dan politik di dalam suatu negara.

Demikian penafsiran saya, maaf kalau kurang tepat/salah dalam menyampaikan.

Sumber :  http://myquran.org

No comments:

Post a Comment